Peran Generasi Muda Hindu Dalam Melestarikan Budaya di Era Modernisasi
Peran Generasi Muda Hindu Dalam Melestarikan Budaya di Era Modernisasi
Di era globalisasi yang penuh gejolak, generasi muda memiliki peran krusial dalam melestarikan nilai-nilai budaya. Pelestarian seni dan budaya dapat melalui pelestarian seni tari, musik, wayang, dan sastra. generasi muda dapat menyampaikan pesan-pesan penting tentang nilai-nilai budaya kepada Masyarakat luas.
Di tengah arus modernisasi, budaya menghadapi berbagai tantangan salah satunya yaitu pengaruh budaya asing yang semakin deras dan perubahan gaya hidup masyarakat berpotensi menggerus nilai-nilai luhur. Hal tersebut mengharuskan generasi muda yang bergerak di bidang keagamaan dan kemasyarakatan, memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan budaya bangsa kepada Masyarakat.
Kebudayaan bagaikan harta karun tak ternilai bagi bangsa. Bukan sekadar warisan leluhur, tapi juga identitas yang memupuk jiwa dan raga. Hal itu sangat penting untuk generasi muda tetap melestarikan budaya di Indonesia. Melestarikan budaya bukan sekadar menjaga tradisi, tapi juga memajukan bangsa. Melestarikan budaya dapat dilakukan dengan mendokumentasikan dan mempromosikan tradisi, mengajarkan nilai-nilai budaya kepada Masyarakat luas, mengadakan festival dan acara budaya, mendukung seniman lokal, serta memanfaatkan media sosial untuk memperluas jangkauan.
Selain itu, kolaborasi dengan pemerintah dan organisasi budaya dapat membantu melestarikan warisan budaya secara efektif agar budaya di Indonesia tidak menghilang ditelan zaman. Mengutip dari (Erni et al.) dalam bukunya mengenai kebudayaan, kebudayaan merupakan warisan yang tak ternilai harganya bagi bangsa ini. Kebudayaan itu harus kita lestarikan, dijaga, dan dimanfaatkan. Sri Wulandari menjelaskan bahwa kebudayaan mengandung dua kemampuan sekaligus, yaitu kemampuan untuk melestarikan dan kemampuan untuk mengembangkan. Kemampuan mempertahankan kebudayaan agar keberadaannya tetap lestari, dan kemampuan mengambangkan kebudayaan agar lebih berkembang dan lebih maju meskipun adanya perubahan zaman.
Kemampuan tersebut akan sangat bergantung pada tingkat ketahanan budaya masyarakatnya. Semakin rendah ketahanan masyarakat, semakin kuat budaya luar mempengaruhi dan bahkan menghilangkannya secara perlahan-lahan. Kebudayaan Indonesia dari zaman ke zaman selalu mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi karena faktor masyarakat yang memang mengiginkan perubahan kebudayaan, atau karena masuknya unsur-unsur globalisasi kedalam kebudayaan Indonesia.
Budaya mencakup segala aspek kehidupan manusia seperti bahasa, seni, musik, pakaian, arsitektur, dan cara hidup. Didalam kehidupan Masyarakat, budaya memainkan peran penting dalam membentuk identitas suatu komunitas dan memengaruhi perilaku individu di dalamnya. Dengan budaya, pengetahuan dan pengalaman berharga dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, bahkan budaya memberikan fondasi bagi perkembangan sosial, ekonomi, dan politik suatu bangsa.
Mengutip dari (Purnomo, 2017) budaya mengajarkan manusia bagaimana hidup, melakukan sesuatu, dan berpikir. Tujuannya untuk menetapkan cara-cara berperilaku, standar dan kriteria kinerja, dan cara-cara menangani hubungan interpersonal dan lingkungan yang akan mengurangi ketidakpastian, meningkatkan prediktabilitas, dan mendorong kelangsungan hidup dan pertumbuhan di antara anggota setiap masyarakat. Budaya mempengaruhi perilaku manusia dan menentukan perilaku mana yang tepat dan diterima secara social.
Akan tetapi, budaya di Indonesia semakian kian berkurang akibat Pengaruh modernisasi semakin berkembang yang membuat budaya banyak dilupakan dan ditinggalkan oleh kalangan remaja. Modernisasi bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, ia membawa kemajuan dan kemudahan hidup. Di sisi lain, ia juga berpotensi menggerus budaya dan identitas bangsa, terutama bagi generasi muda. Remaja masa kini dihadapkan pada dilema. Di satu sisi, mereka ingin mengikuti tren dan gaya hidup modern yang dipopulerkan oleh negara-negara barat melalui media sosial dan budaya pop.
Di sisi lain, mereka memiliki tanggung jawab untuk melestarikan budaya leluhur yang telah diwariskan turun-temurun. Sayangnya, banyak remaja yang lebih tergila-gila dengan gadget dan budaya luar, sehingga mengabaikan seni dan budaya lokal. Hal ini diperparah dengan minimnya edukasi dan pemahaman tentang pentingnya budaya bagi identitas bangsa. Jika dibiarkan, dikhawatirkan negara-negara berkembang akan kehilangan kekayaan budayanya dan terjebak dalam homogenisasi budaya Barat.
Keberagaman budaya yang menjadi ciri khas bangsa akan terkikis, digantikan dengan pola pikir dan gaya hidup yang seragam. Mengutip dari (Indriani, 2019) Ketidaksiapan remaja menerima modernisasi yang dihadapkan oleh persoalan untuk tidak ingin tertinggal dengan remaja lainnya yang notabene tinggal di kota-kota besar maka remaja desa kebanyakan justru memaksakan modernisasi tersebut sehingga remaja yang ada di desa tidak mampu memfilterisasi masuknya modernisasi sehingga mengakibatkan dampak negatif dari proses modernisasi tersebut.
Remaja yang tadinya sangat memperhatikan dan taat terhadap norma-norma sedikit demi sedikit terpengaruh oleh dampak negatif dari modernisasi karna ketidak mampuanya untuk menyaring budaya dari luar yang masuk kedalam Masyarakat. Karna yang dibawa masuk dari modernisasi tidak hanya berupa teknologi tetapi juga sikap, prilaku dan life stayle (gaya hidup) maka modernisasi juga akan mempengaruhi pola interaksi remaja tersebut seperti halnya berpengaruh terhadap moral remaja tersebut.
Identitas budaya Indonesia sudah mulai memudar karena arus global sehingga kondisi yang mengkhawatirkan ini perlu segera diselamatkan. menurut Made Giranto Bendahara Peradah Desa Bukit Makarti, di Desa Bukit makarti kecamatan toili barat, hampir semua anak-anak bahkan orang dewasa di desa ini kecanduan game online akibat modernisasi. ini meyebabkan hilangnya budaya seni khususnya baleganjur, akibat lebih bermain game dari pada belajar seni.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, terdapat 3.141 jenis kesenian di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 1.047 jenis kesenian terancam punah, hal ini menunjukkan bahwa sekitar 33% dari seluruh jenis kesenian di Indonesia terancam hilang.
Survei Katadata Insight Center (2023) menunjukkan bahwa 47% Gen Z dan 39% Milenial mengaku tidak tertarik mempelajari budaya tradisional sedangkan Survei Kemendikbudristek (2022) menunjukkan bahwa hanya 37% generasi muda yang aktif mengikuti kegiatan budaya tradisional hal yang menyebabkan semakin merosot dan lunturnya budaya yang terjadi di beberapa daerah seluruh Indonesia.
Bali terkenal dengan adat dan budayanya yang kental, Namun karena efek modernisasi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan dan hilangnya budaya di beberapa daerah. Survei British Council (2021) menunjukkan bahwa 70% responden merasa media massa kurang memberikan informasi tentang budaya tradisional.
Saya sebagai khader generasi muda KMHDI yang memiliki empat jati diri KMHDI yaitu Religius, Humanis, Nasionalis, dan Progresif, sudah seharusnya menjaga kelestarian budaya di era modernisasi ini dengan cara ajaran kitab Natya Shastra yaitu menerapkan seni dan budaya dengan cara persembahan keindahan (Sundaram) untuk keharmonisan dunia (Siva) dan manifestasi kebenaran (Satya). Terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapkan untuk menjaga kelestarian budaya di era modernisasi:
- Pendidikan dan Pelatihan : Mendukung pendidikan formal dan informal tentang seni dan budaya, serta memberikan pelatihan kepada generasi muda untuk memahami dan menghargai warisan budaya.
- Pengembangan Seni Lokal : Mendorong pengembangan seni lokal dengan cara mendukung seniman lokal, mempromosikan pertunjukan dan acara budaya tradisional, serta memfasilitasi kolaborasi antara seniman dan komunitas.
- Inovasi dalam Tradisi : Menggabungkan inovasi dan kreativitas dalam tradisi seni dan budaya untuk memperbarui dan memperkaya pengalaman seni tanpa kehilangan esensi dan nilai-nilai asli.
- Penggunaan Media Digital : Memanfaatkan media digital dan teknologi untuk mendokumentasikan, mempromosikan, dan melestarikan seni dan budaya, serta memperluas jangkauan publik.
- Pembinaan Etos Kreatif : Mendorong pembinaan etos kreatif yang memperhatikan nilai-nilai moral, spiritual, dan estetika dalam seni dan budaya, sehingga tetap relevan dan berdampak positif bagi masyarakat.
Melalui penerapan prinsip-prinsip ini, kita dapat menjaga kelestarian budaya di tengah modernisasi, memungkinkan warisan budaya untuk terus berkembang dan dihargai oleh generasi masa kini dan mendatang. Selain itu, Natya Shastra juga menguraikan prinsip-prinsip estetika seperti rasa (rasa), bhava (emosi), dan berbagai teknik artistik yang bertujuan untuk menciptakan pengalaman mendalam dan spiritual kepada Masyarakat luas.
Daftar Pustaka
Erni – Siti Nurhaliza Muhlis – Musdalifa – Silvi Mansyur – Fitriana –, et al. “Riset Budaya.” Mempertahankan Tradisi Di Tengah Krisis Moralitas, edited by M.Sos.I Dr. Muhammad Qadaruddhin, 2020.
Indriani, Eva. “Modernisasi Dan Degradasi Moral Remaja.” Skripsi, 2019, pp. 1–100.
Purnomo, Mulyo Hadi 2017. “Menguak Budaya Dalam Karya Sastra: Antara Kajian Sastra Dan Budaya.” Endogami: Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi, vol. 1, no. 1, 2017, p. 8, https://ift.tt/8fzGDYQ.
Kemendikbudristek: https://repositori.kemdikbud.go.id/22872/
Katadata Insight Center: https://databoks.katadata.co.id/tags/budaya–indonesia
Linggih, I. N. (2019). Bentuk, Fungsi Dan Makna Pementasan Wayang Parwa Di Desa Pakraman Pangotan. Jayapangus Press Books.
Ruku, Adit.Pendika. Generasi, Untuk, Emas Gorontalo, and Bebas Narkoba, ‘Pentingnya Layanan
Bimbingan Dan Konseling Untuk Generasi Emas Gorontalo Bebas Narkoba'