Pencegahan Stunting, 1 Ahli Gizi Untuk 1 Desa
1 Ahli Gizi Untuk 1 Desa – Stunting atau kekurangan gizi kronis adalah masalah gizi yang terjadi karena kurangnya asupan nutrisi dari makanan dalam jangka waktu yang cukup lama. Berdasarkan standar referensi global WHO Balita dikategorikan stunting ketika Panjang Badan atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U) anak usia 0-60 bulan tidak sesuai dengan anak-anak seusianya. Stunting pada balita dipengaruhi oleh usia, panjang badan saat lahir, serta yang paling penting adalah kecukupan zat gizi utama (protein, karbohidrat) dan zat gizi pendukung (kalsium, vitamin A, zat besi, dan zinc).
Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 menunjukan bahwa tingkat kejadian stunting di 34 provinsi berkisar antara 10,9% hingga 37,8%. Dari jumlahnya, 20 provinsi mengalami kejadian stunting di atas rata-rata nasional yaitu sebesar 24,4%, sementara 14 provinsi lainnya berada di bawah rata-rata nasional. Terdapat lima provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi sebesar 30% atau lebih berada Sulawesi Barat, Aceh, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tenggara.
Lima provinsi dengan prevalensi stunting terendah adalah Bali, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Kepulauan Riau, dan Lampung. Provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (37,8%), sedangkan yang terendah adalah Bali (10,9%) Widayatun, 2023.
Dikutip dari https://databoks.katadata.co.id/ pada tahun 2023 Provinsi Gorontalo memiliki prevalensi balita stunting yaitu sebesar 23,8%. kabupaten Pohuwato memiliki prevalensi balita stunting paling rendah yaitu hanya sebesar 6,4%. kabupaten Boalemo dengan prevalensi balita stunting sebesar 29,9%, Kabupaten Gorontalo Utara sebesar 29,3%, kota Gorontalo sebesar 19,1%, Kabupaten Gorontalo 30,8%, Kabupaten Bone Bolango 22,3%. Melihat data di atas sangat dibutuhkan 1 Ahli Gizi Untuk 1 Desa
Dampak stunting pada balita dapat memengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak. seperti mengganggu pertumbuhan tinggi dan berat badan sehingga anak cenderung memiliki tinggi badan dan berat badan yang lebih rendah dari rata-rata anak sebayanya.
Perkembangan anak yang tidak optimal menyebabkan anak akan mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik seperti kemampuan mengangkat kepala, berguling, duduk, merangkak, berjalan, berlari, serta dapat memengaruhi kemampuan belajar anak seperti penurunan kemampuan belajar, memori, dan konsentrasi. Menurut La Ode Alifariki, 2020 stunting memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan fisik dan kognitif anak dalam (Sasmita, 2021).
Ada dua jenis tindakan pencegahan atau intervensi yang dapat diberikan, yaitu intervensi spesifik (tindakan langsung ) dan intervensi sensitive (tidak langsung). Adapun Beberapa Indikator Intervensi Sepsifiik (tindakan langsung) yang dapat dilakukan yaitu :
- Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care)
- Imunisasi Rutin dan Dasar Lengkap
- Pemantauan Pertumbuhan Balita
- Tablet Tambah Darah Ibu hamil dan Remaja Puteri
- Akses Pencarian Pengobatan Balita Sakit
- Pemberian Obat Cacing
- Pemberian Makanan Tambahan Balita dan Ibu Hamil
Sementara itu Intervensi Sensitif (tidak langsung), meliputi beberapa indikator, antara lain :
- Akses Sanitasi Layak
- Jaminan Kesehatan
- Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
- KB
- Bantuan sosial (PKH, BPNT,BLT, dll)
- Rumah sehat
- Ketahanan Pangan Keluarga
- Keragaman Pangan Balita
1 Ahli Gizi Untuk 1 Desa adalah program yang bertujuan untuk meningkatkan gizi dan kesehatan anak-anak yang mengalami malnutrisi (gizi buruk, gizi kurang, stunting, gizi lebih, obesitas). Program ini diterapkan dengan cara disetiap desa akan memiliki satu ahli gizi yang bertugas mengedukasi masyarakat terkait pemilihan kualitas bahan pangan yang baik, pemanfaatan bahan pangan lokal daerah, pengolahan bahan pangan serta kebersihan anak. Ahli gizi yang ditugaskan juga memantau perkembangan dan pertumbuhan balita melalui kegiatan posyandu atau kontroling kerumah-rumah setiap bulannya.
Sebagai kader KMHDI saya sangat menyarankan kepada pemerintah terkait keseriusanya dalam menangani stunting dengan merealisasikan program 1 ahli gizi untuk 1 desa. diharapkan akan mampu menjadi intervensi sensitif perbaikan gizi di masyarakat yang tentunya tetap menjalin kolaborasi dengan tenaga kesehatan dan pemangku kebijakan didesa setempat. Manfaat diterapkan program ini untuk dapat memberikan data yang valid dan lengkap, sehingga Kementrian Kesehatan memiliki data lengkap terkait masalah gizi dengan mengutamakan daerah rawan stunting yang di dapatkan berdasarkan pencatatan dan pengolahan data yang disebut dengan kegiatan surveilans gizi.
Adanya program One Village One Nutritionist mempermudah warga setempat untuk melakukan konsultasi langsung dan memudahkan ahli gizi untuk melakukan tindakan/intervensi langsung didaerah yang di prioritaskan dengan masalah gizi. Untuk merealisasikan program One Village One Nutritionist, tentunya perlu kesungguh-sungguhan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mencatumkan program ini dalam peraturan atau undang-undang sehingga program ini dapat terealisasi dengan baik dan merata.
Seperti yang dikatakan oleh ketua umum PERSAGI Rudatin, SSt,MK, SKM, MS.i bahwa program One Village One Nutritionist memerlukan penganggaran yang lumayan besar untuk menggaji setiap ahli gizi yang diterjunkan dan bantuan untuk masyarakat yang terdata dalam masalah gizi.
Sumber :
Madyasari, P. N., Sulistyorini, L., & Rahmawati, I. (2022). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Stunting dengan Deteksi Stunting pada Balita di Kecamatan Sawahan. Jurnal Ilmu Keperawatan Anak, Vol 5 No 2.
Nurmaliza, & Herlina, S. (2018). HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN IBU TERHADAP STATUS GIZI BALITA. Jurnal Kesmas, Vol.1, No.1, 47.
Sasmita, L. C. (2021). PENCEGAHAN MASALAH STUNTING BALITA DENGAN PROGRAM MAYANG–WATI. Jurnal Layanan Masyarakat (Journal of Public Service), vol 5 no 1, 141.
Widayatun. (2023). KEBERHASILAN DAN TANTANGAN PENURUNAN KASUS STUNTING DI INDONESIA: UPAYA MENCAPAI TARGET SDGS . Jurnal Kependudukan dan Pembangunan Berkelanjutan, Vol. 1, No.1, 38.
https://ift.tt/CUhGibr